Mensyukuri Apa yang Dimiliki
Seorang pria pernah menelpon Norman Vincent Peale. Dia putus asa dan berkata kepada seorang pendeta bahwa ia tidak memiliki apa-apa lagi yang bisa diharapkan dalam hidupnya. Norman Vincent Peale mengundang orang itu ke kantornya. “Semuanya telah hilang, tak ada harapan lagi,” kata pria itu kepadanya. “Saya hidup dalam kegelapan paling kelam. Sebenarnya saya sudah kehilangan semangat sama sekali untuk hidup.”
Norman Vincent Peale tersenyum penuh simpati.
“Mari kita lihat situasi Anda,” katanya tenang. Pada selembar kertas, ia menggambar sebuah garis vertical di tengah. Dia mengatakan bahwa kolom sebelah kiri adalah untuk hal-hal yang telah hilang dari orang itu, dan kolom sebelah kanan adalah untuk hal-hal yang masih dimilikinya. “Anda tidak perlu membuat kolom yang di sebelah kanan,” kata pria itu sedih. “Saya sudah tidak punya apa-apa lagi, titik.”
Norman Vincent Peale bertanya, “Kapan istri Anda meninggalkan Anda?”
“Apa maksudmu? Dia tidak meninggalkan saya. Istriku masih mencintaiku!”
“Bagus!” kata Norman Vincent Peale antusias. “Maka itu jadi nomor satu di kolom sebelah kanan : Istri masih setia. Sekarang, kapan anak-anak Anda dipenjara?”
“Itu konyol. Anak-anakku tidak pernah berada di dalam penjara!”
“Bagus! Itu nomor dua di kolom sebelah kanan : Anak-anak tidak dipenjara,” kata Norman Vincent Peale sambil mencatatnya.
Setelah beberapa pertanyaan diajukan dengan nada yang sama, orang itu akhirnya mendapatkan kecerahan dan tersenyum sendiri. “Aneh, bagaimana keadaan bisa berubah ketika Anda memikirkannya seperti itu?”, katanya.
Pastikan bahwa Anda menghargai semua yang Anda punya dan bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidupp yang sangat berarti.
Bukan “Apa yang Anda miliki”, tetapi “Bagaimana Anda berfikir” yang berpengaruh besar terhadap kehidupan Anda.
Yang Manakah Anda?
Sekali waktu, seorang anak perempuan mengeluh kepada ayahnya bahwa hidupnya begitu susah dan bahwa dia tidak tahu bagaimana akan berhasil.
Dia sudah lelah bertempur dan berjuang sepanjang waktu. Tampaknya ketika suatu masalah terpecahkan, masalah lain segera menyusul.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Dia mengisi tiga panic dengan air dan menempatkan masing-masing di atas api yang besar.
Setelah tiga panci mulai mendidih, ia memasukkan kentang ke dalam satu panci, telur ke dalam panci kedua, dan biji kopi ke dalam panci ketiga.
Ia kemudian membiarkan ketiganya hingga mendidih, tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada putrinya. Si gadis, mengerang dan tak sabar menunggu, bertanya tentang apa yang dilakukan ayahnya.
Setelah dua puluh menit, sang ayah mematikan kompor. Dia mengambil kentang dari panci dan meletakkannya dalam mangkuk. Dia mengambil telur dari panci kedua dan meletakkannya dalam mangkuk yang lain. Kemudian dia menuangkan kopi dan meletakkannya ke dalam cangkir.
Berpaling kepada putrinya, sang koki bertanya. “Anakku, apa yang kau lihat?”
“Kentang, telur, dan kopi”, si anak buru-buru menjawab.
“Lihat lebih dekat”, katanya, “dan sentuhlah kentang ini.” Si anak melakukannya dan memperhatikan bahwa kentang itu lembut.
Sang ayah kemudian memintanya untuk mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas cangkangnya, si gadis mengamati telur rebus itu.
Akhirnya, sang ayah memintanya untuk mencicipi kopi. Dengan menikmati aroma kopi yang khas, tampak senyuman di wajahnya.
“Ayah, apa artinya ini?” ia bertanya.
Sang ayah kemudian menjelaskan bahwa kentang, telur dan biji kopi masing-masing telah menghadapi kesulitan yang sama, yaitu air mendidih. Namun, masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Kentang dimasukkan dalam keadaan keras, tetapi air yang mendidih menjadikannya lunak dan lemah.
Telur itu rapuh, dengan cangkang yang tipis yang melindungi isinya yang berupa cairan, dimasukkan ke dalam air mendidih. Lalu bagian dalam telur menjadi keras.
Namun, biji kopi adalah unik. Setelah terkena air mendidih, biji kopi tidak hancur, tetapi justru ia mengubah warna air dan menciptakan sesuatu yang baru.
“Kamu termasuk yang mana?” ia bertanya kepada putrinya. “Ketika kesulitan menghadangmu, bagaimana kamu menghadapinya? Apakah kamu menjadi seorang ‘kentang’, seorang ‘telur’, atau seorang ‘kopi’?”
Dalam kehidupan ini, segala hal terjadi di sekitar kita, segala hal bisa terjadi pada kita, tetapi satu-satunya hal yang benar-benar penting adalah apa yang terjadi dalam diri kita.
Anda termasuk yang mana? Saat masalah datang (dan memang selalu datang), bagaimana kita bereaksi? Apakah masalah akan membuat kita lemah, keras hati, atau akan menyebabkan kita berubah menjadi sesuatu yang berharga?
“Kebahagiaan bukan sesuatu yang Anda temukan, tetapi kebahagiaan adalah sesuatu yang Anda buat.”
Tersenyumlah dalam kenikmatan.
Tersenyumlah dalam penderitaan.
Tersenyumlah ketika kesulitan-kesulitan menghadang.
Tersenyumlah ketika seseorang menyakiti Anda.
Tersenyumlah ketika seseorang peduli kepada Anda.
Tetap Berharga
Seorang pembicara terkenal memulai seminarnya dengan mengangkat selembar uang 100 ribu rupiah, dan di dalam ruangan itu ada 200 orang. Pembicara bertanya, “Siapa yang mau uang 100 ribu rupiah ini?” Para peserta serempak mengacungkan tangan.
Pembicara berkata, “Saya akan memberikan uang 100 ribu rupiah ini kepada salah seorang di antara Anda. Tapi izinkanlah saya terlebih dahulu untuk melakukan ini.” Dia mulai meremas-remas uang 100 ribu rupiah itu. Dia bertanya, “Siapa yang masih menginginkan uang ini?” Hadirin mengacungkan tangan.
“Nah, bagaimana kalau saya melakukan ini?” Ia menjatuhkan uang kertas itu ke lantai dan menginjak-injaknya dengan sepatu. Lalu dia memungutnya, dan uang kertas itu kini tampak kusut dan kotor. Dia bertanya lagi, “Siapa yang masih menginginkan uang ini?” Semua tangan mengacung ke udara.
Teman-temanku, kita semua mendapat pelajaran sangat berharga. Tidak peduli apa yang dilakukan pada uang, nyatanya uang itu masih diinginkan, karena betapapun lusuh dan kotor, nilainya tidak berkurang. Uang itu tetap bernilai 100 ribu rupiah.
Seringkali dalam hidup kita, kita jatuh, lusuh dan terbaring di tanah yang kotor akibat keputusan yang kita buat dan keadaan yang menimpa kita. Kita mungkin merasa seolah-olah kita tidak berharga dan tidak berguna lagi. Tapi, apapun yang telah atau akan terjadi, Anda tidak akan pernah kehilangan nilai dari diri Anda. Kotor ataupun bersih, lusuh ataupun rapi, Anda masih tak ternilai bagi mereka yang mengasihi Anda.